Minggu, 02 September 2012

Adab-Adab Memberikan Salam Part 5 [Habis]


21. Mendahulukan shalat tahiyyat al-masjid sebelum mengucapkan salam ketika seseorang masuk kedalam masjid.
Seseorang yang masuk kemasjid, disunnahkan untuk melakukan shalat sunnah tahiyyat al-masjid terlebih dahulu sebelum mengucapkan salam kepada orang yang berada didalam masjid. Pada hadits sahabat yang keliru dalam pengerjaan shalatnya, yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke dalam masjid kemudian seseorang masuk kedalam masjid lalu mengerjakan shalat, kemudian dia mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengucapkan salam kepadanya, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab salamnya dan bersabda: “Kembalilah, dan shalatlah ! sesungguhnya kamu belum melaksanakan shalat (sampai tiga kali)…al-hadits “.[1]
Ibnul Qayyim Al-Jauzi berkata: “Dan diantara petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah  orang yang masuk kedalam Masjid dan dia langsung melaksanakan shalat dua rakaat tahiyyat al-masjid, kemudian dia mendatangi orang-orang yang ada dimasjid lalu mengucapkan salam kepada mereka. Dengan demikian shalat tahiyyat al-masjid didahulukan dari pada mengucapkan salam kepada orang yang ada dalam masjid. Hal ini dikarenakan tahiyyat al-masjid adalah hak Allah ta’ala sedangkan mengucapkan salam kepada orang-orang itu adalah hak mereka, hak Allah dalam keadaan yang seperti ini lebih berhak untuk didahulukan, kemudian beliau mengutip hadist sahabat yang keliru dalam shalatnya sebagai dalil atas ulasan beliau.
Kemudian Ibnul Qayyim melanjutkan: “Rasulullah mengingkari shalatnya namun beliau tidak mengingkari salamnya yang diakhirkan setelah melaksanakan shalat tahiyyat al-masjid”.[2]
Saya berkata: “Ini adalah ketentuan bagi orang yang masuk kemasjid dan di dalamnya ada sekelompok orang yang sedang duduk-duduk atau ada halaqah ilmu atau selainnya. Maka yang disunahkan baginya adalah mendahulukan dua rakaat shalat tahiyyat al-masjid, kemudian setelah selesai shalat barulah ia mendatangi mereka dan menyampaikan salam kepada mereka. Adapun jika masuk masjid sementara orang-orang tersebut masih melakukan shalat, hendaklah dia memberikan salam kepada mereka terlebih dahulu baru melaksanakan shalat tahiyyat al-masjid atau melakukan apa yang telah ditetapkan padanya. Wallahu a’lam.

22. Makruh mengucapkan salam ketika mendengarkan khutbah jum’at.
Dalil dari masalah ini adalah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhialallahu ‘anhu bahwasannya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “ Jika kamu mengatakan kepada temanmu pada hari Jum’at, “Diamlah!” sementara imam masih menyampaikan khutbahnya maka kamu telah lalai”.[3] 
Berdasarkan hal ini maka tidak disyariatkan memberikan salam kepada siapapun ketika khatib masih menyampaikan khutbah, demikianlah yang telah diperintahlkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yakni agar semua makmum diam ketika sedang mendengarkan khutbah imam pada hari Juma’at.
Masalah : “Apabila seseorang masuk ke masjid pada hari jum’at kemudian mengucapkan salam kepada jama’ah yang ada didalamnya, apakah wajib bagi makmum yang berada didalam untuk menjawab salam tersebut?
Jawab : Al-Lajnah Ad-Daa`imah menyatakan: “Tidak diperbolehkan bagi siapa saja ketika masuk masjid untuk mengucapkan salam pada hari Jum’at sedangkan imam sedang menyampaikan khutbah, dan bagi yang berada didalam masjid tidak diperbolehkan menjawab salam disaat imam khuthbah. Akan tetapi jikalau dia memjawabnya dengan isyarat maka hal tersebut diperbolehkan”[4]. 
Masalah : Apakah  yang harus dilakukan seorang makmun seseorang yang berada di sampingnya mengucapkan salam kepadanya dan menyalaminya disaat imam sedang khuthbah?
Jawab : Al-Lajnah Ad-Daa`imah menyatakan: “Berjabatan tangan saja tanpa berbicara. Kemudian  menjawab salam ketika imam istirahat/selesai khutbah pertama. Apabila dia engucapkan salam sementara imam sedang khuthbah yang kedua, maka anda menjawab salamnya setelah khathib menyelesaikan khuthbah yang kedua”.[5]

23. Mendahulukan salam sebelum berbicara.
Adapun para As-Salaf Ash-Shaleh jika mereka saling bertemu, maka mereka mendahulukan salam sebelum bicara dan saling bertanya tentang keadaan mereka dan kebutuhan mereka. An-Nawawi berkata, “Yang termasuk Sunnah, jika seorang muslim mengucapkan salam sebelum dia berbicara. Hadist-hadits yang shahih serta amalan ulama Salaf dan ulama kontemporer sudah demikian populernya menyepakati hal itu. Inilah pendapat yang dijadikan acuan dalam pasal pembahasan ini. Adapun hadits, sebagaimana yang telah kami riwayatkan didalam kitab At-Tirmidzi dari Jabir radhiallahu ‘anhu, beliau berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ucapkan salam sebelum berbicara”. Akan tetapi hadits ini dha’if. At-Tirmidzi mengatakan: “ Hadits ini  hadits munkar”.[6]

24. Salam kepada pelaku maksiat dan pelaku bid’ah
Adapun pelaku maksiat, maka hendaklah mengucapkan salam kepada mereka dan menjawab salamnya ketika mereka mengucapkan salam kepada kita. An-Nawawi berkata: “ Ketahuilah bahwasannya seorang muslim yang tidak terkenal sebagai pelaku kefasikan dan bid’ah, maka hendaklah mengucapkan salam kepadanya dan wajib menjawab salamnya.[7] 
Akan tetapi jika dia telah dikenali sebagai seorang pelaku maksiat dan kefasikan serta pelaku bid’ah, apakah akan dikatakan untuk meninggalkan ucapan salam kepadanya ?
Maka kita jawab: “Apabila hal itu akan memberikan mashlahat kepada pelaku maksiat tersebut yaitu dia akan meninggalkan kemaksiatan, apabila tidak diberi salam ataukah dengan tidak menjawab salamnya. Apabila hal tersebut untuk suatu kemashlahatan maka salam dapat ditinggalkan dan tidak diucapkan kepadanya agar sipelaku maksiat berhenti dari perbuatannya. Adapun jikalau yang terjadi sebaliknya, dan besar kemungkinan dalam persepsi kita, bahwa kemasiatannya akan bertambah, maka kita tidak mengapa mengucapkan salam kepadanya dan menjawab salamnya untuk meminimalisir mafsadat. Karena tidak ada mashalat yang tercapai. Dan masalah ini dasarnya kembali kepada masalah pemboikotan – yaitu kepada pelaku maksiat dan bid’ah , pent -
Sedangkan kepada  pelaku bid’ah. Sesungguhnya bid’ah sendiri terbagi menjadi dua bagian. Ada bid’ah mukafirrah (yang menyebabkan pelakunya kafir) dan yang tidak menyebabkan pelakunya kafir. Maka bagi pelaku bid’ah mukaffirah, tidak diperbolehkan mengucapkan salam kepadanya dalam keadaan apapun. Dan bagi pelaku bid’ah yang atidak menyebabkan pelakunya kafir, maka hukumnya serupa dengan hukum bagi pelaku maksiat sebagaimana yang telah dijelaskan diatas.
Kami akan menyadur perkataanAsy-Syaikh Muhammad bin ‘Utsaimin tentang masalah pemboikotan terhadap pelaku bid’ah. Penjelasan beliau ditujukan kepada masalah yang berkaitan dengan mengucapkan salam kepada pelaku bid’ah. Namun masalah tersebut tidak ada perbedaannya, karena masalah pemboikotan juga mencakup peninggalan ucapan salam dan menjawabnya.
Asy-Syaikh berkata: “Adapun memboikot mereka (pelaku bid’ah) , maka itu tergantung kepada kebid’ahannya, jika bid’ahnya itu mukaffirah, maka wajib untuk memboikotnya. Akan tetapi jika bukan merupakan bid’ah mukaffirah maka pemboikotan terhadapnya bergantung terhadap mashlahat yang tercapai, jika ada maka kita melakukannya dan jika tidak terdapat mashalahat dalam pemboikotan tersebut maka kita meninggalkannya. Hal tersebut dikarenakan asal pada seorang mukmin adalah pengharaman dalam memboikotnya, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Tidak halal bagi seorang mukmin untuk tidak menegur saudaranya lebih dari tiga hari”.[8]  
Dalil maslaah ini adalah hadits Ka’ab bin Malik radhialahu ‘anhu yang sangat panjang ketika beliau menyelisihi tidak ikut berjihad bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan taubat beliau kepada Allah. Pada hadits tersebut Ka’ab berkata: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang kaum muslimin untuk berbicara kepada salah seorang dari tiga orang yang telah menyelisihi beliau, maka orang-orang pun meninggalkan kami dan mereka berubah sikap mereka kepada kami. Sehingga bumi ini terasa sempit bagi, tidaklah sebagaimana yang telah saya ketahui. Kamipun berada dalam keadaan demikian selama lima puluh malam. Adapun kedua temanku, keduanya berdiam diri dan duduk dirumah mereka berdua menangis. Sedangkan saya, saya adalah yang paling muda dan paling gigih diantara mereka. Sayapun menghadiri shalat bersama kaum muslimin, dan berada dipasar, namun tidak seorangpun yang menyapaku. Dan saya mendatangi Rasululah Shallallahu ‘alaihi wa sallam  dan mengucapkan salam kepada beliau, sementara beliau masih berada ditempat duduk beliau selepas mengerjakan shalat. Maka saya bertanya kepada diriku: Apakah beliau menggerakkan kedua bibirnya menjawab salamku atau tidak ? “[9]  

25. Disunnahkan untuk mengucapkan salam ketika bubar dari majelis.
Sebagaimana disunnahkannya mengucapkan salam ketika hendak mendatangi suatu majlis maka begitu pula disunnahkan untuk menyampaikan salam ketika hendak meninggalkan majlis. Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata: “Jika seseorang mendatangi majlis, maka hendaklah ia mengucapkan salam ketika hendak berdiri maka hendaknya dia mengucapkan salam. Dan salam yang pertama tidaklah lebih utama dari salam yang terakhir “[10]



[1] HR. Al-Bukhari (7939)
[2] Zaad Al-Ma’ad (2/413-414)
[3] HR.Al-Bukhari no.934
[4] Fatwa Al-Lajnah Ad-Daa`imah Lilbuhuts Al-Ilmiyah wal-Iftaa` (8/243)
[5] Fatwa Al-Lajnah Ad-Daa`imah Lilbuhuts Al-Ilmiyah wal-Iftaa` (8/246)

[6] Al-Adzkar hal.312.
[7] Al-Adzkar hal.364
[8] Fatawa Al-Aqidah hal.614
[9] HR. Al-Bukhari no.4418.
[10] HR. At-Tirmidzi no.2861 dan beliau berkata, “Hadits ini hasan”. Dan diriwaytakan juga oleh Abu Daud (5208), Al-Albaniy berkata hadits hasan shahih, Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad (1008) Dan Ath-Thahawi dalam Musykil Al-Atsar (1351) penerbit Muasasah Ar-Risalah



Sumber : http://hanif019.wordpress.com/area-download-free-ebook/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar