Senin, 20 Agustus 2012

Adab-Adab Memberikan Salam Part 4

16. Bolehnya mengucapkan salam kepada seseorang yang sedang shalat dan bolehnya menjawab – bagi yang shalat – dengan isyarat.
            Suatu yang diperbolehkan diantaranya mengucapkan salam kepada seseorang yang sedang shalat. Hal ini shahih dari pembenaran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam  bagi para sahabat beliau. Dimana mereka – para sahabat – mengucapkan salam kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam  sementara beliau sedang mengerjakan shalat, dan beliau tidak mengingkari hal itu. Pembenaran beliau ini menunjukkan bolehnya amalan tersebut.
Diantaranya pada hadits Habi radhiallahu ‘anhu, beliau berkata: “ Rasulullah sekali waktu menyuruhku untuk suatu keperluan, lalu ketika saya kembali, saya menjumpai beliau  tengah beribadah – Qutaibah –yaitu Ibnu Sa’id, pent –mengatakan: Sedang shalat -, lalu saya mengucapkan salam kepada beliau. Dan beliau memberi isyaratkan kepadaku. Setelah beliau menyelesaikan shalatnya beliau memanggilku dan mengatakan: “ Sesungguhnya engkau memberi salam kepadaku namun saya tengah dalam keadaan shalat “. Dan beliau waktu itu menghadap kearah timur[1].
Hadits lainnya: Hadits Shuhaib, beliau mengatakan: “ Saya melewati Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, disaat beliau sedang mengerjakan shalat, maka saya mengucapkan salam kepada beliau, dan beliau membalas salamku dengan isyarat. Beliau berkata: Saya tidak mengetahui kecuali beliau mengisyaratkan hanya dengan jari beliau[2].
Hadits-hadits ini dan juga hadits lainnya menunjukkan bolehnya mengucapkan salam kepada seseorang yang tengah mengerjakan shalat, dan dia membalasnya hanya dengan isyarat.
Pertanyaan : Bagaimana sifat/cara menjawab salam ketika dalam shalat?
Jawab : Tidak ada pembatasan cara dan sifat ketika kita menjawab salam dengan isyarat ketika dalam shalat. Apabila kita kembalikan kepada perbuatan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka caranya bermacam-macam, terkadang beliau berisyarat dengan jari berdasarkan hadits dari Suhaib yang telah lalu.
Terkadang juga beliau berisyarat dengan tangannya sebagaimana hadist Jabir.[3]
Terkadang juga beliau berisyarat dengan telapak tangan sebagaimana hadist dari Abdullah bin Umar, dimana beliau berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar untuk pergi ke Masjid Quba’ kemudian beliau shalat didalamnya, lalu datanglah beberapa orang dari kalangan Anshar dan mengucapkan salam kepada beliau, lalu aku berkata kepada Bilal, “Bagaimana cara Rasulullah menjawab salam mereka sedangkan beliau sedang shalat? Bilal menjawab: “Beliau mengatakan begini, dan beliau meluruskan telapak tangannya. Kemudian Ja’far bin Aun meluruskan telapak tangannya dan menjadikan telapak tangan berada dibawah dan punggung tangan berada diatas”.[4]
Didalam ‘Aun Al-Ma’bud disebutkan: “Ketahuilah bahwa menjawab salam dengan isyarat pada hadits ini adalah dengan cara telapak tangan, sedangkan dari hadits Jabir dengan tangan, dari pada hadits Ibnu Umar dari Suhaib dengan jari telunjuk. Dan didalam hadits Ibnu Mas’ud yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi, dengan lafazh bahwa beliau menganggukkan kepalanya, dan dalam riwayat lain dengan menolak mempergunakan kepalanya. Riwayat-riwayat ini jika diselarskan, menunjukkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sesekali mengamalkan yang ini dan sekali waktu dengan yang lainnya, sehingga semua amalan itu diperbolehkan. Wallahu a’lam.[5]

17. Boleh memberi salam kepada orang yang sedang membeca Al-Qur`an dan wajib untuk menjawabnya.        
Memberi salam kepada orang yang sedang disibukan dengan membaca Al-Qur`an sebagian ulama melarangnya dan sebagian yang lain membolehkannya. Yang benar adalah pendapat yang membolehkannya. Karena tidak ada dalil yang dapat mengeluarkan seseorang yang sedang membaca Al-Qur`an dari keumuman nash-nash syara’ yang menganjurkan untuk menyebar salam dan yang menunjukkan wajibnya membalas salam.
Seseorang yang sedang menyibukkan dirinya dengan dzikir yang paling tinggi nilainya yakni membaca Al-Qur`an, buka  penghalang baginya untuk tidak diberi salam dan wjaibnya membalas salam tersebut juga tetap wajib waginya
Al-Lajnah Ad-Daimah menyatakan dalam salah satu fatwa pada sebuah pertanyaan :  Bolehnya seorang yang membaca Al-Qur`an untuk memulai salam dan wajib baginya untuk menjawab salam. Dikarenakan  tidak ada satupun dalil syar’I yang shahih yang melarang hal itu. Dan hukum asalnya adalah berpegang dengan keumuman dalil yang mensyariatkan memulai salam dan wajibnya membalas salam kepada seseorang yang mengucapkan salam hingga ada dalil yang mengkhususkan hal itu [6]

18. Makruh mengucapkan salam kepada orang yang sedang berada dalam WC.
Dalil yang menunjukkan larangan ini adalah hadits yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Umar radhiallahu ‘anhu, bahwasannya seorang melalui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan beliau sedang kencing, lalu orang tersebut mengucapkan salam kepada beliau dan beliau tidak menjawabnya”.[7]
Berdasarkan dalil ini ulama telah bersepakat[8] atas makruhnya menjawab salam bagi orang yang sedang berada dalam wc, baik sedang kencing atau sedang menunaikan hajat (buang air). Dan disukai bagi orang yang diberikan salam sementara dia masih berada di wc untuk terus menyelesaikan hajatnya dan menjawab salam tersebut setelah berwudhu`sebagai bentuk keteladanan terhadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Al-Muhajir bin Qunfudz radhiallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa beliau mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan beliau sedang kencing, kemudian dia mengucapkan salam kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, akan tetapi Rasulullah tidak menjawab salamnya sampai beliau berwudhu`, lalu beliau meminta udzur kepadanya, dan mengatakan : “Sesungguhnya aku tidak suka untuk berzikir kepada Allah ‘azza wajalla kecuali dalam keadaan suci”. Atau beliau mengatakan, “kecuali dengan bersuci”.[9]

19. Disunnahkan mengucapkan salam ketika masuk kedalam rumah.
Apabila rumah dalam keadaan kosong, sebagian ulama dari generasi sahabat dan selainnya berpendapat sunnahnya seseorang mengucapkan salam kepada dirinya sendiri jikalau rumah tersebut da;am keadaan kosong. Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhuma, beliau berkata: “Apabila seseorang masuk kerumah yang tidak ditinggali, hendaklah ia mengucapkan: “Assalaamu’alaina wa ‘ala ibaadillahi shaalihin”.[10]
Diriwayatkan dalil yang serupa dengan hadits diatas dari Mujahid dan selain keduanya.[11]
Ibnu Hajar berkata: “ Termasuk kedalam keumuman hadits yang mengajurkan untuk menyebarkan salam adalah mengucapkan salam kepada dirinya sendiri ketika ia masuk kedalam rumahnya yang tidak ada seorangpun didalamnya. Berdasarkan firman Allah ta’ala :
 “ Dan apabila kalian masuk kedalam rumah, maka ucapkanlah salam kepada diri kalian “ ( An-Nuur :61) [12]
Begitu juga jika ia masuk kedalam rumahnya yang tidak ada orang lain didalam rumah kecuali keluarganya, maka disunnahkan bagi anda untuk mengucapkan salam kepada mereka juga. Diriwayatkan dari Abi Az-Zubair bahwa ia mendengar Jabir berkata, “Jika seseorang masuk kedalam rumahnya, hendalklah ia mengucapkan salam kepada keluarganya untuk mengaharap keberkahan dan kebaikan dari sisiAllah ta’ala”.[13]
Mengucapkan salam ketika masuk kerumah ini bukanlah merupakan kewajiban. Ibnu Juraij berkata, “Aku berkata kepada Atha’, “Apakah wajib mengucapkan salam ketika masuk atau keluar rumah?” Beliau menjawab, “Tidak, karena tidak satupun atsar yang menyebutkan tentang wajib ucapan salam tersebut, akan tetapi disukai jika dilakukan dan hendaklah tidak melupakannya”.[14]
Demikianlah bahwa tidak ada dalil tentang hal itu, akan tetapi untuk mencari keutamaan, sepantasnyalah bagi seorang muslim yang telah mengetahui keutamaanya untuk melakukannya. Dan diantara keutamaannya adalah tercantum pada hadits yang diriwayatkan oleh Abu Umamah radhiallahu ‘anhu, beliau berkata: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Tiga orang yang seluruhnya dijamin oleh Allah hidupnnya dan jika mati dijamin oleh Allah masuk surga, yaitu orang yang jika masuk kedalam rumah dengan mengucapkan salam, maka Allah ta’ala menjamin orang tersebut. Dan barang siapa yang keluar untuk pergi ke masjid maka Allah t’aala menjamin orang tersebut. Dan seseorang yang keluar dijalan Allah, maka Allah menjamin orang tersebut”.[15]

20. Menjawab salam kepada orang yang mengirimkan salam kepadanya dan dan kepada yang dititipi salam.
Perkara ini telah diterangkan didalam As-Sunnah. Seorang laki-laki datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata: “Sesungguhnya Ayahku menitipkan salam kepada anda “, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “ ’Alaika dan ‘ala Abiika as-salam”.[16]
Dan pada hadits ‘Aisyah Ummul Mukminin radhiallahu ‘anhu, beliau berkata: “Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku: “Jibril menitipkan salam kepadamu” Aku berkata, “Wa’alaihis-salam warahmatullah”.[17]
Dan pada hadits yang lain juga dikatakan bahwa Jibril menitipkan salam kepada Khadijah. Al-Hafidz berkata: “Sesungguhnya ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan salam Allah kepada nya melalui Jibril maka Khadijah berkata : “ Innallaha Huwa As-Salam wa Minhu As-Salam wa ‘Alaika as-salam wa ‘ala Jibril as-salam”.[18]
Walhasil dari kesemua hadits-hadits ini, dapat diambil kesimpulan bahwa menjawab salam kepada orang yang menitipkannya bukanlah merupakan sebuah kewajiban akan tetapi hanya sebuah perkara yang disukai.
Ibnu Hajar berkata: “Saya tidak melihat pada hadits ‘Aisyah, bahwasannya beliau membalas salam kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka hal itu bukan merupakan perkara yang wajib”.[19]
Faedah : Ibnu Abdil Barr berkata: “Berkata seseorang kepada Abi Dzar: “Fulan menyampaikan/menitipkan salam kepadamu” Maka Abu Dzar menjawab: “Salam itu adalah sebuah hadiah yang baik dan yang ringan untuk dipikul”.[20]



[1]  HR. Muslim ( 540 )
[2]  HR. Abu Daud ( 925 ). Al-Albani mengatakan: Shahih. Shahih Abu Daud ( 818 )
[3] HR. Abu Daud (926) ini adalah hadits Muslim yang telah lalu (540)  dan telah dijelaskan riwayat Abu Daud yakni padanya terdapat penjelasan bahwa menjawab salam ketika sedang shalat itu dengan tangan.
[4] HR. Abu Daud (927) Al-Albaniy mengatakan:  hadist Hasan Shahih, Shahih Abi Daud no.820.
[5]  ‘Aun al-Ma’bud , syarah sunan Abu Daud (jilid 12 juz 3 hal.128) terbitan Daar Al-Kutub Al-‘Ilmiyah

[6] Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah Lil-Buhuts Al-‘Ilmiyath wal Iftaa (4/83)
[7] HR.Muslim no.370
[8]  Lihat Syarah Muslim karya An-Nawawi ( jilid 2  4 / 55 )
[9] HR. Abu Daud dan lafazh ini lafazh riwayat  beliau (17) Asy-Syaikh Al-Albaniy berkata hadist ini shahih, dan berkata Ibnu Muflih pada salah satu jalan, “Isnadnya jayyid”, Al-Adab Asy-Syar’iyah (1/355), Ahmad (18555), An-An-Nasaa`i (38), Ibnu Majah (351) dan Ad-Darimi (2641)
[10] Al-Adab Al-Mufrad oleh Al-Bukhari (1055) dan dikeluarkan juga oleh Ibnu Abi Syaibah. Berkata Al-Hafidz Ibnu Hajar  “sanadnya hasan” (Fathul Baari 11/22) demikian juga Asy-Syaikh Al-Albaniy mengatakan sanadnya hasan pada Shahih Al-Adab Al-Mufrad.
[11] Lihat Tafsir Ibnu Katsir (3/305) Cetakan Daar Ad-Da’wah
[12] Fathul Baari (11/22)
[13] Al-Adab Al-Mufrad (1095) Al-Albani mengatakan:  hadits ini shahih.
[14] Tafsir Ibnu Katsir (305/3)
[15] Adabul Mufrad (1094) Asy-Syaikh Al-Albani berkata hadits ini Shahih.
[16] HR. Abu Daud (5231) dan Albaniy menghasankannya , Ahmad (22594)
[17] HR. Al-Bukhari (6253)
[18] Al-Hafidz didalam Fathul Baari menyandarkan hadits ini, kepada riwayat An-Nasaa`i dari hadits Anas. Lihat Fathul Baari (11/14) (7/172)
[19] Fathul Baari (11/14)
[20]  Al-Adab Asy-Syar’iyah  (1/393)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar