16. Bolehnya mengucapkan salam kepada seseorang yang sedang
shalat dan bolehnya menjawab – bagi yang shalat – dengan isyarat.
Suatu yang
diperbolehkan diantaranya mengucapkan salam kepada seseorang yang sedang
shalat. Hal ini shahih dari pembenaran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi para sahabat beliau. Dimana mereka –
para sahabat – mengucapkan salam kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam sementara beliau sedang
mengerjakan shalat, dan beliau tidak mengingkari hal itu. Pembenaran beliau ini
menunjukkan bolehnya amalan tersebut.
Diantaranya pada hadits Habi radhiallahu ‘anhu, beliau
berkata: “ Rasulullah sekali waktu menyuruhku untuk suatu keperluan, lalu
ketika saya kembali, saya menjumpai beliau
tengah beribadah – Qutaibah –yaitu Ibnu Sa’id, pent –mengatakan: Sedang
shalat -, lalu saya mengucapkan salam kepada beliau. Dan beliau memberi
isyaratkan kepadaku. Setelah beliau menyelesaikan shalatnya beliau memanggilku
dan mengatakan: “ Sesungguhnya engkau memberi salam kepadaku namun saya tengah
dalam keadaan shalat “. Dan beliau waktu itu menghadap kearah timur[1].
Hadits lainnya: Hadits Shuhaib, beliau mengatakan: “ Saya
melewati Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, disaat beliau sedang
mengerjakan shalat, maka saya mengucapkan salam kepada beliau, dan beliau
membalas salamku dengan isyarat. Beliau berkata: Saya tidak mengetahui kecuali
beliau mengisyaratkan hanya dengan jari beliau[2].
Hadits-hadits ini dan juga hadits lainnya menunjukkan
bolehnya mengucapkan salam kepada seseorang yang tengah mengerjakan shalat, dan
dia membalasnya hanya dengan isyarat.
Pertanyaan : Bagaimana sifat/cara
menjawab salam ketika dalam shalat?
Jawab : Tidak ada pembatasan cara dan sifat
ketika kita menjawab salam dengan isyarat ketika dalam shalat. Apabila kita
kembalikan kepada perbuatan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka
caranya bermacam-macam, terkadang beliau berisyarat dengan jari berdasarkan
hadits dari Suhaib yang telah lalu.
Terkadang juga beliau
berisyarat dengan tangannya sebagaimana hadist Jabir.[3]
Terkadang juga beliau
berisyarat dengan telapak tangan sebagaimana hadist dari Abdullah bin Umar,
dimana beliau berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar untuk
pergi ke Masjid Quba’ kemudian beliau shalat didalamnya, lalu datanglah
beberapa orang dari kalangan Anshar dan mengucapkan salam kepada beliau, lalu
aku berkata kepada Bilal, “Bagaimana cara Rasulullah menjawab salam mereka
sedangkan beliau sedang shalat? Bilal menjawab: “Beliau mengatakan begini, dan
beliau meluruskan telapak tangannya. Kemudian Ja’far bin Aun meluruskan telapak
tangannya dan menjadikan telapak tangan berada dibawah dan punggung tangan
berada diatas”.[4]
Didalam ‘Aun Al-Ma’bud disebutkan:
“Ketahuilah bahwa menjawab salam dengan isyarat pada hadits ini adalah dengan
cara telapak tangan, sedangkan dari hadits Jabir dengan tangan, dari pada
hadits Ibnu Umar dari Suhaib dengan jari telunjuk. Dan didalam hadits Ibnu
Mas’ud yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi, dengan lafazh bahwa beliau
menganggukkan kepalanya, dan dalam riwayat lain dengan menolak mempergunakan kepalanya.
Riwayat-riwayat ini jika diselarskan, menunjukkan bahwa Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam sesekali mengamalkan yang ini dan sekali waktu dengan yang
lainnya, sehingga semua amalan itu diperbolehkan. Wallahu a’lam.[5]
17. Boleh memberi salam kepada orang
yang sedang membeca Al-Qur`an dan wajib untuk menjawabnya.
Memberi salam kepada
orang yang sedang disibukan dengan membaca Al-Qur`an sebagian ulama melarangnya
dan sebagian yang lain membolehkannya. Yang benar adalah pendapat yang
membolehkannya. Karena tidak ada dalil yang dapat mengeluarkan seseorang yang
sedang membaca Al-Qur`an dari keumuman nash-nash syara’ yang menganjurkan untuk
menyebar salam dan yang menunjukkan wajibnya membalas salam.
Seseorang yang sedang menyibukkan
dirinya dengan dzikir yang paling tinggi nilainya yakni membaca Al-Qur`an, buka penghalang baginya untuk tidak diberi salam
dan wjaibnya membalas salam tersebut juga tetap wajib waginya
Al-Lajnah Ad-Daimah menyatakan
dalam salah satu fatwa pada sebuah pertanyaan : Bolehnya seorang yang membaca Al-Qur`an untuk
memulai salam dan wajib baginya untuk menjawab salam. Dikarenakan tidak ada satupun dalil syar’I yang shahih
yang melarang hal itu. Dan hukum asalnya adalah berpegang dengan keumuman dalil
yang mensyariatkan memulai salam dan wajibnya membalas salam kepada seseorang
yang mengucapkan salam hingga ada dalil yang mengkhususkan hal itu [6]
18. Makruh mengucapkan salam kepada
orang yang sedang berada dalam WC.
Dalil yang menunjukkan
larangan ini adalah hadits yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Umar radhiallahu
‘anhu, bahwasannya seorang melalui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
sedangkan beliau sedang kencing, lalu orang tersebut mengucapkan salam kepada
beliau dan beliau tidak menjawabnya”.[7]
Berdasarkan dalil ini ulama
telah bersepakat[8]
atas makruhnya menjawab salam bagi orang yang sedang berada dalam wc, baik
sedang kencing atau sedang menunaikan hajat (buang air). Dan disukai bagi orang
yang diberikan salam sementara dia masih berada di wc untuk terus menyelesaikan
hajatnya dan menjawab salam tersebut setelah berwudhu`sebagai bentuk
keteladanan terhadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Al-Muhajir bin Qunfudz
radhiallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa beliau mendatangi Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam, sedangkan beliau sedang kencing, kemudian dia mengucapkan
salam kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, akan tetapi Rasulullah
tidak menjawab salamnya sampai beliau berwudhu`, lalu beliau meminta udzur
kepadanya, dan mengatakan : “Sesungguhnya aku tidak suka untuk berzikir kepada
Allah ‘azza wajalla kecuali dalam keadaan suci”. Atau beliau mengatakan,
“kecuali dengan bersuci”.[9]
19. Disunnahkan mengucapkan salam
ketika masuk kedalam rumah.
Apabila rumah dalam
keadaan kosong, sebagian ulama dari generasi sahabat dan selainnya berpendapat
sunnahnya seseorang mengucapkan salam kepada dirinya sendiri jikalau rumah
tersebut da;am keadaan kosong. Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar radhiallahu
‘anhuma, beliau berkata: “Apabila seseorang masuk kerumah yang tidak ditinggali,
hendaklah ia mengucapkan: “Assalaamu’alaina wa ‘ala ibaadillahi shaalihin”.[10]
Diriwayatkan dalil yang
serupa dengan hadits diatas dari Mujahid dan selain keduanya.[11]
Ibnu Hajar berkata: “
Termasuk kedalam keumuman hadits yang mengajurkan untuk menyebarkan salam
adalah mengucapkan salam kepada dirinya sendiri ketika ia masuk kedalam
rumahnya yang tidak ada seorangpun didalamnya. Berdasarkan firman Allah ta’ala
:
“ Dan apabila kalian masuk kedalam rumah, maka
ucapkanlah salam kepada diri kalian “ (
An-Nuur :61) [12]
Begitu juga jika ia
masuk kedalam rumahnya yang tidak ada orang lain didalam rumah kecuali
keluarganya, maka disunnahkan bagi anda untuk mengucapkan salam kepada mereka
juga. Diriwayatkan dari Abi Az-Zubair bahwa ia mendengar Jabir berkata, “Jika seseorang
masuk kedalam rumahnya, hendalklah ia mengucapkan salam kepada keluarganya
untuk mengaharap keberkahan dan kebaikan dari sisiAllah ta’ala”.[13]
Mengucapkan salam ketika
masuk kerumah ini bukanlah merupakan kewajiban. Ibnu Juraij berkata, “Aku
berkata kepada Atha’, “Apakah wajib mengucapkan salam ketika masuk atau keluar
rumah?” Beliau menjawab, “Tidak, karena tidak satupun atsar yang menyebutkan
tentang wajib ucapan salam tersebut, akan tetapi disukai jika dilakukan dan
hendaklah tidak melupakannya”.[14]
Demikianlah bahwa tidak
ada dalil tentang hal itu, akan tetapi untuk mencari keutamaan, sepantasnyalah
bagi seorang muslim yang telah mengetahui keutamaanya untuk melakukannya. Dan
diantara keutamaannya adalah tercantum pada hadits yang diriwayatkan oleh Abu
Umamah radhiallahu ‘anhu, beliau berkata: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda : “Tiga orang yang seluruhnya dijamin oleh Allah hidupnnya dan jika
mati dijamin oleh Allah masuk surga, yaitu orang yang jika masuk kedalam rumah
dengan mengucapkan salam, maka Allah ta’ala menjamin orang tersebut. Dan barang
siapa yang keluar untuk pergi ke masjid maka Allah t’aala menjamin orang
tersebut. Dan seseorang yang keluar dijalan Allah, maka Allah menjamin orang
tersebut”.[15]
20. Menjawab salam kepada orang yang
mengirimkan salam kepadanya dan dan kepada yang dititipi salam.
Perkara ini telah
diterangkan didalam As-Sunnah. Seorang laki-laki datang kepada Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam dan berkata: “Sesungguhnya Ayahku menitipkan salam kepada
anda “, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “ ’Alaika dan
‘ala Abiika as-salam”.[16]
Dan pada hadits ‘Aisyah
Ummul Mukminin radhiallahu ‘anhu, beliau berkata: “Sesungguhnya Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata kepadaku: “Jibril menitipkan salam kepadamu” Aku
berkata, “Wa’alaihis-salam warahmatullah”.[17]
Dan pada hadits yang lain juga
dikatakan bahwa Jibril menitipkan salam kepada Khadijah. Al-Hafidz berkata: “Sesungguhnya
ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan salam Allah kepada nya
melalui Jibril maka Khadijah berkata : “ Innallaha Huwa As-Salam wa Minhu
As-Salam wa ‘Alaika as-salam wa ‘ala Jibril as-salam”.[18]
Walhasil dari kesemua
hadits-hadits ini, dapat diambil kesimpulan bahwa menjawab salam kepada orang
yang menitipkannya bukanlah merupakan sebuah kewajiban akan tetapi hanya sebuah
perkara yang disukai.
Ibnu Hajar berkata: “Saya tidak
melihat pada hadits ‘Aisyah, bahwasannya beliau membalas salam kepada Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam, maka hal itu bukan merupakan perkara yang wajib”.[19]
Faedah : Ibnu Abdil Barr berkata: “Berkata
seseorang kepada Abi Dzar: “Fulan menyampaikan/menitipkan salam kepadamu” Maka
Abu Dzar menjawab: “Salam itu adalah sebuah hadiah yang baik dan yang ringan
untuk dipikul”.[20]
[1] HR. Muslim ( 540 )
[2] HR. Abu Daud ( 925 ). Al-Albani mengatakan:
Shahih. Shahih Abu Daud ( 818 )
[3] HR. Abu Daud
(926) ini adalah hadits Muslim yang telah lalu (540) dan telah dijelaskan riwayat Abu Daud yakni
padanya terdapat penjelasan bahwa menjawab salam ketika sedang shalat itu
dengan tangan.
[4] HR. Abu Daud
(927) Al-Albaniy mengatakan: hadist
Hasan Shahih, Shahih Abi Daud no.820.
[5] ‘Aun al-Ma’bud , syarah sunan Abu Daud (jilid
12 juz 3 hal.128) terbitan Daar Al-Kutub Al-‘Ilmiyah
[6] Fatawa
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil-Buhuts Al-‘Ilmiyath wal Iftaa (4/83)
[7] HR.Muslim
no.370
[8] Lihat Syarah Muslim karya An-Nawawi ( jilid
2 4 / 55 )
[9] HR. Abu Daud
dan lafazh ini lafazh riwayat beliau
(17) Asy-Syaikh Al-Albaniy berkata hadist ini shahih, dan berkata Ibnu Muflih
pada salah satu jalan, “Isnadnya jayyid”, Al-Adab Asy-Syar’iyah (1/355), Ahmad
(18555), An-An-Nasaa`i (38), Ibnu Majah (351) dan Ad-Darimi (2641)
[10] Al-Adab
Al-Mufrad oleh Al-Bukhari (1055) dan dikeluarkan juga oleh Ibnu Abi Syaibah.
Berkata Al-Hafidz Ibnu Hajar “sanadnya
hasan” (Fathul Baari 11/22) demikian juga Asy-Syaikh Al-Albaniy mengatakan
sanadnya hasan pada Shahih Al-Adab Al-Mufrad.
[11] Lihat Tafsir
Ibnu Katsir (3/305) Cetakan Daar Ad-Da’wah
[12] Fathul Baari
(11/22)
[13] Al-Adab
Al-Mufrad (1095) Al-Albani mengatakan:
hadits ini shahih.
[14] Tafsir Ibnu
Katsir (305/3)
[15] Adabul Mufrad
(1094) Asy-Syaikh Al-Albani berkata hadits ini Shahih.
[16] HR. Abu Daud
(5231) dan Albaniy menghasankannya , Ahmad (22594)
[17] HR. Al-Bukhari
(6253)
[18] Al-Hafidz
didalam Fathul Baari menyandarkan hadits ini, kepada riwayat An-Nasaa`i dari
hadits Anas. Lihat Fathul Baari (11/14) (7/172)
[19] Fathul Baari
(11/14)
[20] Al-Adab Asy-Syar’iyah (1/393)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar