Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Bagian ini merupakan bagian kedua dari apa yang saya tulis sebelumnya, sebelumnya mohon maaf karena keluarnya tulisan ini terlalu lama dari tulisan sebelumnya dikarenakan kesibukan penulis. Mudah _ mudahan ilmu ini bermanfaat dan diamalakan kepada yang lainnya. Sekian dari saya. Selamat membaca
4. Disunahkan mengulangi salam
sampai tiga kali apabila salam itu disampaikan kepada jama’ah yang banyak, atau
ketika ragu apakah mereka mendengar salamnya.
Diriwayatkan dari Anas
radhiallahu ‘anhu bahwasanya Apabila Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berbicara,
maka beliau mengulangnya sampai tiga kali, dan jika beliau mendatangi
sekelompok kaum, maka beliau mengucapkan salam sampai tiga kali”.[1] An-Nawawi
berkata: - (setelah hadits ini) - “Perkara ini berlaku ketika jama’ahnya sangat
banyak”.[2] Dan Ibnu Hajar
menambahkan: “Yaitu apabila disangka bahwa salam itu belum didengar, maka boleh
untuk mengulangi salam dua atau tiga kali dan tidak diperbolehkan lebih dari
tiga kali”[3].
5. Disunnahkan untuk mengeraskan
suara ketika memberi salam, begitu pula sebaliknya.
Dan sungguh Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam telah memberikan petunjuk tentang mengucapkan salam dengan
suara yang keras, begitu juga bagi orang yang menjawabnya. Bagi yang
mengucapkan salam dengan suara pelan tidak akan mendapatkan pahala, kecuali pada
keadaan yang dikecualikan sebagaimana akan disebutkan nantinya. Al-Bukhari
telah meriwayatkan dalam kitab Al-Adab karya beliau, atsar Ibnu Umar radhiallahu
‘anhu. Dari jalan Tsabit bin Ubaid, dia berkata: “Saya mendatangi sebuah majelis
dan didalamnya terdapat Ibnu Umar dan ia berkata, “Jika kamu mengucapkan salam,
maka perdengarkanlah, karena sesungguhnya salam engkau akan mendatangkan
keberkahan dan kebaikan”.[4]
Ibnul Qayyim menjelaskan:
“ Bahwa diantara petunjuk Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam bahwa beliau senantiasa memperdengarkan jawaban salam kepada
yang mengucapkan salam kepada beliau”.[5]
Ibnu Hajar berkata: “Perintah untuk
menyebarkan salam merupakan argumen bahwa salam dengan suara lirih tidaklah
cukup, melainkan disyaratkan untuk dikeraskan, sedikitnya mesti memperdengarkan
awal salam dan jawabannya dan tidak cukup hanya sebatas isyarat dengan tangan
atau selainnya.
An-Nawawi berkata: “ Minimal ucapan
salam hingga dikatakan telah menunaikan Sunnah pengucapan salam adalah dengan
mengeraskan suara, sehingga yang diberi salam mendengarkan ucapan salam
tersebut. Apabila dia tidak mendengar salam tadi, maka tidaklah dikatakan telah
mengucapkan salam, dan tidak diwajibkan menjawab salam baginya. Dan sedikitnya
jawaban salam yang wajib adalah dengan mengeraskan suara hingga terdengar oleh
orang yang mengucapkan salam. Apabila dia tidak mendengarnya, maka kewajiban
menjawab salam belum terpenuhi. [6]
6. Diantara sunnah adalah
menyamaratakan salam, maksudnya adalah mengucapkan salam kepada orang yang kita
kenal maupun kepada orang yang tidak kita kenal.
Berdasarkan hadits yang
diriwayatkan didalam Ash-Shahihain dan selainnya, dari Abdullah bin Amr radhiallahu
‘anhu, bahwasannya seseorang bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam: “Apakah amalan yang paling baik didalam Islam?” Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam menjawab: “Memberi makan, mengucapkan salam kepada orang yang
dikenal maupun yang tidak dikenal”.[7] Hadist ini berisi anjuran untuk menyampaikan
dan menyebarkan salam diantara manusia, karena padanya terdapat kemashlahatan
yang sangat besar diantaranya adanya untuk menyatukan sesama kaum muslimin dan
menentramkan hati bagi yang lainnya. Sebaliknya jika memberikan salam hanya
kepada orang orang yang tertentu saja, artinya hanya kepada orang –orang yang
dikenal. Maka perbuatan seperti ini bukan perbuatan yang terpuji bahkan
memberikan salam hanya kepada orang-orang tertentu saja merupakan tanda-tanda
hari kiamat.
Dalam musnad Imam Ahmad
terdapat hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud bahwasannya beliau berkata:
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “ Sesungguhnya diantara
tanda-tanda hari kiamat adalah jika ucapan salam disampaikan hanya terhadap
orang yang dikenalnya saja”. Dan dalam riwayat yang lain disebutkan: “Seseorang
mengucapkan salam kepada seseorang lainnya, dan tidaklah ia mengucapkan salam
itu kecuali hanya kepada orang yang dikenalnya saja”.[8]
7. Di sunahkan bagi yang datang mendahului mengucapkan salam.
Ini adalah perkara yang
sangat populer dan tersebar ditengah-tengah manusia, dan sekian banyak nash
syara’ mendukung amalan terseut. Dimana sunnahnya mengucapkan salam adalah bagi
seseorang yang datang/mengunjungi mendahului dalam memberikan salam tanpa
saling menunggu. Dan telah lalu pembahasan tentang tiga orang yang datang
kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata yang pertama:
“Assalamu ’alaikum warahmatullahi wa barakatuh, dan yang kedua berkata:
“Assalaamu ’alaikum warahmatullah, kemudian yang ketiga mengatakan: “Assalaamu ’alaikum”.
An-Nawawi berkata:
“Adapun apabila mendatangi beberapa orang yang sedang duduk-duduk atau yang
duduk sendiri, maka hendaklah yang mendatangi memulai salam kepada terlebih
dahulu kepada setiap orang yang didatanginya baik seorang anak yang masih kecil atau orang yang sudah dewasa, sedikit
maupun banyak[9].
8. Disunnahkan orang yang berkendara
memberikan salam kepada orang yang berjalan kaki, orang yang berjalan kepada
yang duduk, yang sedikit kepada yang banyak dan yang kecil kepada yang besar.
Berkaitan dengan masalah
itu, ada beberapa hadits yang shahih sebagai dalil diantaranya hadits yang
diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, beliau berkata: Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersdabda: “Hendaklah orang yang berkendara memberi salam
kepada yang berjalan dan yang berjalan kepada yang duduk dan yang kecil kepada
yang besar”.[10]
Pada riwayat Al-Bukhari: “Hendaklah
memberi salam yang kecil kepada yang besar dan yang berjalan kepada yang duduk
dan yang sedikit kepada yang banyak”.[11]
Sebagian ulama telah
menjelaskan tentang hikmah mereka didahulukan untuk mengucapkan, ulama tersebut
mengatakan, “Salamnya anak kecil kepada orang dewasa merupakan hak orang dewasa
untuk dihormati dan dimuliakan dan ini merupakan adab yang sepantasnya untuk
dijalankan. Demikian pula salamnya orang yang berada diatas kendaraan kepada
orang yang berjalan akan mengantarkan sikap tawadhu’ pada diri seseorang yang
berada diatas kendaraan dan menjauhkannya dari kesombongan. Dan salamnya orang
yang berjalan kepada orang yang sedang duduk hukumnya disamakan dengan tuan rumah. Serta salamnya orang yang
sedikit kepada orang yang banyak adalah merupakan hak bagi mereka karena mereka
memiliki hak yang besar”[12].
Masalah : Apakah seseorang yang menyalahi
hukum tersebut mendapatkan akibat dari perbuatannya, semisal jika yang besar
mengucapkan salam kepada anak kecil, yang duduk kepada yang berjalan, yang
berjalan kepada yang berkendara, dan yang banyak kepada yang sedikit?
Jawab : Tidak ada dosa bagi orang yang menyalahi
tuntunan Sunnah tersebut akan tetapi dia telah meninggalkan yang utama. Al – Maaziri
berkata: “Tidak mengharuskan seseorang yang meninggalkan perkara yang Sunnah
terjerumus pada suatu yang makruh, melainkan hanya sebatas meninggalkan perkara
yang lebih utama. Maka apabila seseorang yang dianjurkan untuk memulai salam,
namun yang lainnya mendahului, maka yang ornag yang dianjurkan memulai slaam
tersebut telah meninggalkan amalan yang Sunnah sementara orang lain yang
melakukannya telah melakukan amalan yang sunnah. Kecuali apabila ia mendahuluinya
maka diapun meninggalkan perkara yang
disunahkan juga”[13].
Masalah lainnya : Apabila bertemu orang yang
sama-sama berjalan atau yang sama-sama berkendara, siapakah yang lebih dahulu
untuk memberikan salam?
Jawab : Jika demikian keadaanya, maka
hendaklah yang lebih muda memberikan salam kepada yang lebih dewasa berdasarkan
hadits yang telah lalu. Seandainya umur mereka sama, dan juga dari sisi manapun
mereka sama, maka yang lebih baik diantara mereka berdua adalah yang paling
pertama memulai salam, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“Yang lebih baik dari keduanya adalah yang pertama memberikan salam”.[14] Diriwayatkan dari
hadist dua orang yang saling memboikot satu dengan lainnya.
Dan berdasarkan hadits Jabir, beliau
berkata: “Jika bergabung (bertemu) dua orang yang sedang berjalan, maka yang
pertama memulai salam adalah yang paling uatama”.[15]
Masalah ketiga : Apabila bertemu dua orang yang
sedang berjalan kemudian ada yang menghalanginya seperti pohon atau pagar dan
yang lainnya, apakah disyariatkan bagi mereka untuk mengucapkan salam jika
bertemu lagi?
Jawab : Ya, disyariatkan bagi mereka untuk
saling mengucapkan salam walaupun mereka bertemu berulang kali, setelah tidak
ada yang menghalangi. Hal ini berdasarkan hadits Abu Hurairah radhia;;ahu ‘anhu,
bahwasannya dia berkata: “Apabila seorang dari kalian bertemu saudaranya maka
ucapkanlah salam kepadanya, apabila ada penghalang diantara mereka seperti,
pohon atau pagar atau batu, kemudian mereka bertemu lagi maka hendaklah mereka
saling memberikan salam.”[16]
[1] HR.
Al-Bukhari no.6244
[2] Maksudnya
adalah sebagian mereka ada yang belum mendengar dan maksud………(Ibnu Hajar
berkata dalam Fathul Baari (11/29) dan perkataan An-Nawawi dalam Riyadhus
Shalihin (Bab Kaifa Salam hal.291) Penerbit Daarul Ilmi Al-Kutub, cetakan ke
duabelas th.1409 H.
[3] Fathul Baari
hadits no.6244 (11/29) Lihat juga tentang perkara ini pada kita Zaadul Maad
(2/418) Penertbit Muasasah Ar-Risalah.
[4] Al-Adab
Al-Mufrad hadits no.1005. Al-Albani mengatakan:
shahih sanadnya, demikian pula yang dikatakan oleh Ibnu Hajar dalam
shahih Adab Al-Mufrad hal.385.
[5] Zaad Al-Maad
(2/419)
[6] Al-Adzkar
hal.304 dan 355 dan beliau telah banyak mengutip, disebabkan banyaknya
orang-orang yang menggampangkan dalam menjawab salam, maka jika seorang muslim
tidak memperhatikannya ia akan mendapat dosa karenanya.
[7] Perkataan ini
di kaitkan kepada kaum muslimin dan bukan yang lainnya, maka tidak masuk
padanya orang kafir karena tidak akan diterima do’a untuk mereka.
[8] HR.Al-Bukhari
no.12 dan Muslim no.39
[9] Al-Adzkar
hal.370
[10] HR.Al-Bukhari
6232 dan Muslim 2160
[11] HR.Al-Bukhari
no.6231
[12] Lihat Fathul
Baari (19/11)
[13] Fathul Baari
(19/11)
[14] HR. Al-Bukhari
(6077)
[15] HR. Al-Bukhari
dalam kitab Al-Adab Al-Mufrad (994) dan Ibnu Hajar menshahihkan sanadnya dalam
Fathul Baari (11/18) Dan Asy-Syaikh Al-Albaniy menshahihkannya dalam shahih
Adabul Mufrad (1146)
[16] HR.Abu Daud
(5200) dengan dua sanad yang salah satunnya marfu’ (sampai kepada Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam) sedangkan yang satu lagi mauquf (sampai kepada sahabat) dan Al-Albaniy
berkata, “Shahih secara mauquf dan secara marfu’)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar